Rabu, 02 Januari 2013

KLASIFIKASI KEMAMPUAN TANAH UNTUK PERKEBUNAN


Cara Mengetahui Klasifikasi Kemampuan Lahan Untuk Kegiatan Perkebunan

Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari.  Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik.  Sistem klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor- faktor penghambat serta potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.  Jadi, hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum (misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi dsb). Di areal HTI hasil klasifikasi ini terutama akan bermanfaat untuk alokasi areal sistem tumpangsari.  Klasifikasi Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) menggunakan metoda yang dikembangkan oleh USDA dan telah diadaptasikan di Indonesia melalui Proyek Pemetaan Sumber Daya Lahan  kerjasama antara Land Care Research New Zealand dengan Dept. Kehutanan tahun 1988- 1990 di BTPDAS Surakarta (Fletcher dan Gibb, 1990).   Ada tiga kategori dalam klasifikasi KPL, yaitu : Klas, Sub Klas dan Unit. Pengelompokan Klas didasarkan pada intensitas faktor penghambat, sedangkan Sub Klas menunjukkan jenis faktor penghambat. Tingkat terendah adalah Unit yang merupakan pengelompokan lahan yang mempunyai respon sama terhadap sistem pengelolaan tertentu.   Secara umum sistem ini menggunakan delapan Klas. Apabila makin besar faktor penghambatnya dan makin tinggi Klasnya maka akan semakin terbatas pula penggunaannya. Pembagian Klas-klas tersebut adalah sebagai berikut :
Klas I – IV dapat digunakan untuk sawah, tegalan atau tumpangsari
Klas V untuk tegalan atau tumpangsari dengan tindakan konservasi tanah
Klas VI untuk hutan produksi
Klas VII untuk hutan produksi terbatas
Klas VIII untuk hutan lindung  Adapun penghambat yang digunakan adalah e (erosi), w (drainase), s (tanah),
c (iklim) dan g (kelerengan). Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut adalah (dari yang paling  mudah diatasi)  e – w -  – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani.  Deskripsi tiap Klas, Sub Klas dan Unit dalam sistem klasifikasi KPL mengikuti standar yang ada. Deskripsi tersebut dapat dinyatakan dalam satu tabel kriteria. Kriteria ini kemudian digunakan untuk melakukan sortasi data karakteristik lahan di setiap unit lahan. Contoh kriteria untuk Klas I antara lain adalah adanya teknik konservasi tanah yang baik, tidak ada erosi, kedalaman tanah > 90 cm, lereng 0 – 8 % dan tidak ada batuan singkapan pada permukaan tanah. Secara lengkap kriteria Kemampuan Penggunaan Lahan dapat dilihat pada Lampiran 2.  Contoh operasi klasifikasi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
Suatu wilayah mempunyai kondisi tertentu yang dinilai berdasarkan beberapa kriteria dan hasilnya ditulis pada Tabel 13 kolom 2. Setiap parameter dinilai berdasarkan kriteria Lampiran 2 dan hasilnya masuk ke kolom 3.
Karakteristik Lahan
Nilai Data
Rating Kemampual Lahan
1
2
3
1. Tingkat erosi
2. Kondisi drainase
3. Tekstur tanah
4. Struktur tanah
sedang
agak lambat
pasir
granular
2
3
s
Gr
III  e
IIIw
IV s
II s





Karakteristik Lahan
Nilai Data
Rating Kemampual Lahan
1
2
3
4
5.   Kedalaman tanah
6.   Kedalaman regolit
7.   Prosentase batuan
8.   Prosentase singkapan
9.   Bulan basah
10. Bulan kering
11. Kelerengan
5-30 cm
40-60 cm
< 10 cm
-
4
5
30%
4
3
1
-
4
5
4
IV s
V s
V s
-
III c
VI g
Hasil akhir klasifikasi
VI g
Berdasarkan prinsip klasifikasi, maka lokasi yang mempunyai karakteristik lahan tersebut termasuk Kelas VIg (termasuk kelas VI karena hambatan kemiringan lereng). Penentuan Unit didasarkan pada tipe batuan yang ada.  Bila tipe batuannya sama, maka penentuan unit didasarkan pada bentuk lahannya. Operasi klasifikasi tersebut dilakukan pada setiap unit lahan.
Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Berbeda dengan klasifikasi ‘Kemampuan Lahan’ yang merupakan klasifikasi tentang potensi lahan untuk penggunaan secara umum, Kesesuaian Lahan’ lebih menekankan pada kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu. Dengan demikian klasifikasi kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling melengkapi dan memberikan informasi yang menyeluruh tentang potensi lahan.
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi kesesuaian lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia oleh Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest Plantation/NMFP, 1994) dan metode Webb (1984).  Masing-masing mempunyai penekanan sendiri dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada tanaman keras.
Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan.  Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a (keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.
Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Contoh beberapa kriteria pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Prinsip klasifikasi kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu: 1. Katagori Kelas diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada kelas yang sama tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda,  semua sub kelas yang ada perlu disebut dan tidak ada prioritas.   Bila suatu wilayah akan dinilai tingkat kesesuaiannya terhadap tanaman jati (Tectona grandis), maka diperlukan inventarisasi kondisi iklim, tanah dan lahannya.  Hasil inventarisasi tersebut kemudian dicocokkan dengan criteria tempat tumbuh tanaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentarnya Disini...................

KEGIATAN