Perempuan Dan Teriakannya Seputar Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender merupakan
salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara
terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup
tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang
sama pada hakikatnya.
Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya
menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi
adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur,
sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu
menjadi tidak penting.
Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa
menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi sangat langka ditemukan.
Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan perannya sebagai ibu
rumah tangga.
Data yang
ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih
dirugikan daripada laki-laki. Berikut adalah isu-isu utama/ sejumlah contoh
kesenjangan gender di berbagai sektor yang masih perlu diatasi :- Pola Pernikahan yang merugikan pihak perempuan Pernikahan dini adalah suatu hal yang lazim di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2004 memperkirakan 13% dari perempuan Indonesia menikah di umur 15 – 19 tahun.
- Kesenjangan Gender di pasar kerja Adanya segmentasi jenis kelamin angkatan kerja, praktik penerimaan dan promosi karyawan yang bersifat deskriminatif atas dasar gender membuat perempuan terkonsentrasi dalam sejumlah kecil sektor perekonomian, umumnya pada pekerjaan-pekerjaan berstatus lebih rendah daripada laki-laki.
- Kekerasan Fisik Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi perempuan dari kekerasan fisik. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah umum di Indonesia. Menurut survey Demografi dan Kesehatan 2003, hampir 25% perempuan yang pernah menikah menyetujui anggapan bahwa suami dibenarkan dalam memukul istrinya karena salah satu alasan berikut: istri berbeda pendapat, istri pergi tanpa memberitahu, istri mengabaikan anak, atau istri menolak untuk melakukan hubungan intim dengan suami.
- Hak Kepemilikan Hukum Perdata di Indonesia menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kepemilikan yang sama. Perempuan di Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke properti, tanah dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit, meskipun terkadang masih terdapat diskriminasi di beberapa bagian contohnya: suami berhak untuk memiliki nomor pajak pribadi, sedangkan istri harus dimasukkan nomor pajak mereka dalam catatan suami.
Dalam hukum Islam, laki-laki memang diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia pun dilarang mempraktekkan poligami.
Hukum perkawinan di Indonesia menganggap pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Sedangkan, tugas-tugas rumah tangga termasuk membesarkan anak umumnya dilakukan oleh perempuan.
Asumsi masyarakat yang menyatakan bahwa pekerjaan perempuan hanya sekedar tambahan peran dan tambahan penghasilan keluarga juga menjadi salah satu sebab rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan.
Perdagangan perempuan dan prostitusi juga merupakan ancaman serius bagi perempuan Indonesia, terutama mereka yang miskin dan kurang berpendidikan. Meskipun pelecehan seksual dianggap kejahatan, akan tetapi hal itu umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa 90% perempuan mengaku telah mengalami beberapa bentuk pelecehan seksual di tempat kerja.
Untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini, program kampanye Decision for Life yang ditujukan bagi pekerja perempuan muda tidak ada henti-hentinya menyuarakan dan mengedukasi perempuan. Lewat event dan pelatihan Decision for Life yang bertema “Gender Awareness”, perempuan diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karir, hak maternal dan keseimbangan antara keluarga dan karir.
Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.
Badan Pusat Statistik (BPS) - Survey Demografi dan Kesehatan 2002-2003
Indonesia. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974
Decision for Life – Gender Awareness Training 2011
Gender Index
Sumber tulisan http://www.gajimu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentarnya Disini...................