ASPEK
KEUANGAN BUDIDAYA BANDENG
PEMILIHAN
POLA USAHA
Seperti
dijelaskan pada bab IV bahwa budidaya bandeng terdiri dari 3 kegiatan yang
dapat dilakukan secara terpisah atau bersamaan tergantung kepada kemampuan
pengelolaan pengusaha. Dalam pola pembiayaan ini dipilih usaha gabungan dari
dua kegiatan yakni, (a). pendederan dan (b). pembesaran dengan pola usaha
monokultur. Tingkat teknologi yang digunakan adalah semi intensif dengan
kriteria sebagai berikut, (a). spesifikasi tambak lebih sederhana dari pada tambak
intensif penuh (b). pemberian pupuk sesuai standar tambak intensif (c).
pemberian pakan adalah 60% dari pemberian pakan secara intensif.
Skala usaha
dilihat dari tambak kotor adalah 20.000 m2, lahan tersebut 70% untuk
tambak dan 30% sisanya untuk pematang dan peruntukan lainnya. Dari luas tambak
bersih, 14.000 m2 dibagi menjadi 4 petak tambak masing-masing seluas
3.500 m2. Satu petak (3.500 m2) digunakan untuk
pendederan dan 10.500 m2 untuk tambak pembesaran. Hasil panen
pendederan yang berupa glondongan sebagian dijual dan sebagian lagi untuk
dipelihara di tambak pembesaran. Hasil tambak pembesaran yang berupa bandeng
konsumsi seluruhnya dijual.
Pemilihan
tingkat teknologi dan luas tambak tersebut didasarkan pada kenyataan di
Kabupaten Sidoarjo. Dalam skala yang bervariasi masyarakat petambak Sidoarjo
sebagian besar menggunakan pola pemeliharaan dengan sistim semi intensif.
Sementara luas tambak didasarkan pada rata-rata pemilikan tambak per rumah
tangga.
ASUMSI DAN
JADWAL KEGIATAN
Analisis
keuangan suatu proyek mengharuskan ketepatan parameter yang digunakan, untuk
itu diperlukan asumsi-asumsi yang sejauh mungkin didasarkan pada kenyataan di
lapangan. Asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan ini disajikan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
No
|
Asumsi
|
Satuan
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
Periode
proyek
|
Semester
|
8
|
Persemester 6 bln
|
2
|
Pola dan
Skala Usaha
|
|||
a. Jenis
usaha
|
Pendederan dan pembesaran
|
|||
b.
Teknologi
|
Semi intensif
|
|||
c. Luas
tanah
|
M2
|
20.000
|
||
d. Luas
tambak total
|
M2
|
14.000
|
||
-
Pendederan
|
M2
|
3.500
|
||
-
Pembesaran
|
M2
|
10.500
|
Terdiri dari tiga petak
|
|
3
|
Siklus
usaha
|
|||
-
Pendederan
|
Bulan
|
3
|
Tebar s/d panen
|
|
-
Pembesaran
|
Bulan
|
4
|
Tebar s/d panen
|
|
4
|
Survival
Rate
|
|||
-
Pendederan
|
%
|
70
|
Larva s/d Glondongan
|
|
-
Pembesaran
|
%
|
80
|
Glondongan s/d bandeng konsumsi
|
|
5
|
Padat
penebaran
|
|||
-
Pendederan
|
Ekor/M2
|
30
|
||
-
Pembesaran
|
Ekor/M2
|
1
|
||
6
|
Harga
bandeng
|
|||
a. Nener
|
Rp/ekor
|
14
|
Di tingkat budidaya
|
|
b.
Glondongan
|
Rp/ekor
|
200
|
Di tingkat budidaya
|
|
c. Bandeng
konsumsi
|
||||
- Ukuran
|
Jml/kg
|
3
|
Normal
|
|
- Harga
|
Rp/kg
|
6.000
|
Di tingkat pembudidaya
|
|
7
|
Pupuk
|
|||
a.
Penggunaan awal
|
||||
- Kapur
|
Kg/M2
|
0,03
|
||
- Urea
|
Kg/M2
|
0,05
|
||
-TSP
|
Kg/M2
|
0,01
|
||
Kg/M2
|
0,03
|
Sumber : Lampiran 1.
Periode
proyek adalah 4 tahun, sesuai dengan lamanya waktu sewa tambak. Lama sewa
tambak optimal 4 sampai 5 tahun, hal ini berkaitan dengan pengolahan tambak
pada periode awal. Pengolahan tambak memerlukan biaya yang cukup besar, biaya
pengolahan itu dianggap ekonomis jika tambak digunakan minimal selama 4 tahun.
Penebaran
nener dan glondongan pada tiap petak tambak diatur sedemikian rupa agar supaya
setiap bulan dapat diperoleh pendapatan. Pada awal periode penebaran pertama
dilakukan bersamaan untuk kolam pendederan dan pembesaran petak pertama.
Sekitar sebulan kemudian menebar pada petak ke dua tambak pembesaran. Bulan
berikutnya berikutnya menebar pada kolam pembesaran petak ketiga dan panen dari
petak pendederan. Bulan berikutnya menebar nener di petak pendederan dan panen
dari petak pembesaran pertama. Mulai bulan ke lima, penebaran pada petak
pembesaran dilakukan selang 13 hari untuk setiap petaknya (aspek teknis
produksi dan jadwal tebar panen secara lengkap lihat Lampiran 2 dan Lampiran 3).
Survival
Rate untuk pendederan adalah 70% relatif lebih rendah dibanding pembesaran yang
mencapai 80%. Nener yang disebar pada tambak pendederan masih relatif lemah
sehingga rentan terhadap gangguan. Sementara itu glondongan yang ditebar pada
petak pembesaran telah cukup besar sehingga relatif lebih tahan terhadap
lingkungan.
Kepadatan
penebaran adalah 30.000 ekor per ha untuk pendederan dan 10.000 ekor per ha
untuk pembesaran. Harga yang digunakan sebagai patokan adalah harga di tingkat
pembudidaya, yakni Rp 6.000 per kg untuk bandeng konsumsi dan Rp 200 per ekor
untuk glondongan sebab harga inilah yang dihadapi dan diterima oleh
pembudidaya.
STRUKTUR
BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASIONAL
1. Biaya
Investasi
Biaya
investasi adalah biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh petambak untuk memulai
usahanya. Biaya investasi meliputi biaya perijinan, sewa tambak dan pengolahan
tambak serta pembelian peralatan (Tabel 5.2). Biaya perijinan bernilai nol
sebab biaya itu telah dibayar pemilik pada saat membuat tambak. Total biaya
investasi yang diperlukan untuk tambak seluas 2 ha sekitar Rp 8 juta dengan
biaya terbesar pelengkapan tambak. Biaya perlengkapan tambak adalah biaya untuk
membeli pompa air dan membuat rumah pandega. Rumah pandega diperlukan sebab
tambak berada di lokasi yang relatif jauh dari pemukiman sehingga diperlukan
tempat untuk penunggu tambak. Tambak disewa selama 4 tahun, tetapi pembayaran
sewa dilakukan setiap tahun. Sewa tambak saat penelitian adalah Rp 1.250.000
per ha per tahun. Pengolahan tambak memerlukan biaya yang besar terutama untuk
biaya tenaga kerja. Peralatan antara lain adalah jaring, ember dan serok.
Rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 5.2.
Biaya Investasi Pendederan dan Pembesaran Bandeng
Biaya Investasi Pendederan dan Pembesaran Bandeng
No
|
Jenis Biaya
|
Nilai (Rp)
|
Penyusutan (Rp)
|
1
|
Perijinan
|
0
|
0
|
2
|
Sewa
tambak
|
2.500.000
|
2.500.000
|
3
|
Pembenahan
tambak
|
2.135.000
|
427.000
|
4
|
Peralatan
tambak
|
507.000
|
262.000
|
5
|
Perlengkapan
tambak
|
3.180.000
|
1.288.250
|
|
Jumlah
biaya investasi
|
8.322.000
|
4.477.250
|
Sumber : Lampiran 7
2. Biaya
Operasional
Biaya
operasional adalah biaya yang harus dikeluarkan ketika tambak dioperasikan
untuk memelihara bandeng. Budidaya bandeng memerlukan bibit dan pakan. Untuk
menambah sediaan makanan alami maka diperlukan pemupukan pada tambak. Untuk
mengelola tambak diperlukan tenaga kerja (Tabel 5.3).
Biaya
operasional terbesar (lebih dari 50%) adalah biaya pakan. Salah satu ciri
penting pengelolaan tambak semi intensif adalah pemberian pakan. Biaya pakan
menjadi cukup besar sebab pakan yang diberikan adalah pakan buatan pabrik yang
saat ini harganya masih sangat tergantung pada harga bahan baku pakan yang
sebagian besar masih didatangkan dari pasar luar negeri.
Biaya kedua
terbesar (sekitar 10%) adalah biaya tenaga kerja. Tenaga yang diperlukan adalah
2 tenaga upahan tetap dan 1 tenaga pemilik, dengan upah sesuai jumlah produksi
dan tenaga tidak tetap yang diperlukan saat panen. Upah semester 1 lebih tinggi
dari pada semester 2 sebab pada semester ini rata-rata pendapatan dari tambak
relatif lebih tinggi dibanding semester 2. Dua tenaga upahan bertugas untuk
mengelola tambak sekaligus menjaga tambak selama 24 jam. Pemilik tambak
diasumsikan menerima upah yang sama dengan pekerjanya. Informasi dari petambak
menyatakan bahwa sebagai pemilik pekerjaan yang harus dilakukan hanyalah
mengawasi pengelolaan tambak yang dilakukan oleh pekerjanya dan mengatur
administrasi tambak yang tidak dilakukan secara formal (tidak ada pembukuan
yang dilakukan). Dengan demikian upah itupun telah memadai bahkan upah ini
sudah termasuk biaya untuk membayar listrik penerangan tambak dan biaya
administrsi lain. Itulah sebabnya biaya administrasi tidak lagi diperhitungkan
tersendiri.
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Pendederan dan Pembesaran Bandeng
Biaya Operasional Pendederan dan Pembesaran Bandeng
No
|
Jenis Biaya
|
Semester 1
Tahun 1 |
Semester 1
Tahun 2-4 |
Semester 2
Tahun 1-4 |
1
|
Benih
|
5.040.000
|
5.040.000
|
5.040.000
|
2
|
Pupuk
|
5.082.525
|
5.082.525
|
4.356.450
|
3
|
Pakan
|
21.325.000
|
22.335.005
|
23.324.088
|
4
|
Tenaga
kerja
|
11.325.000
|
11.535.000
|
8.730.000
|
Jumlah
|
42.962.813
|
40.392.530
|
41.450.538
|
Sumber : Lampiran 8
KEBUTUHAN
DANA UNTUK INVESTASI DAN MODAL KERJA
Modal yang
diperlukan untuk mengoperasikan tambak seluas 2 ha adalah Rp 29.010.776 dengan
porsi 28,68% biaya investasi dan 71,32% modal kerja. Modal kerja adalah modal
yang diperlukan untuk mengoperasikan tambak pada periode awal. Dalam studi ini
modal kerja meliputi biaya pembelian bibit, pakan, pemupukan dan tenaga kerja
bulan pertama sampai bulan ke tiga.
Tabel 5.4.
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
No
|
Rincian Dana Proyek
|
Total Biaya (Rp)
|
1
|
Dana
investasi yang bersumber dari
|
|
|
a. Kredit
|
5.825.400
|
|
b. Modal
sendiri
|
2.496.600
|
|
Jumlah
dana investasi
|
8.322.000
|
2
|
Dana Modal
Kerja yang bersumber dari
|
|
|
a. Kredit
|
10.344.388
|
|
b. Modal
sendiri
|
10.344.388
|
|
Jumlah
Dana Modal Kerja
|
20.688.776
|
3
|
Total Dana
Proyek yang bersumber dari
|
|
|
a. Kredit
|
16.169.788
|
|
b. Modal
Kerja
|
12.840.988
|
|
Jumlah Dana Proyek
|
29.010.776
|
Sumber : Lampiran 09
Untuk
memenuhi kebutuhan dana investasi dan modal kerja sebagian dana diperoleh dari
pinjaman (kredit). Dalam studi ini 70% biaya investasi berupa dana kredit dan
sisanya modal sendiri, sementara untuk modal kerja 50% pinjaman dan 50% dana
sendiri (Tabel 5.4).
Merujuk pada
temuan lapangan dana dari bank umumnya dilunasi dalam jangka pendek, oleh
karena itu dalam analisis keuangan ini dana dari bank diangsur dalam jangka 2
tahun dengan bunga menurun. Bunga yang harus dibayar adalah 20% per tahun,
bunga yang relatif tinggi ini terkait dengan resiko yang tinggi pada usaha
tambak bandeng. Pada semester awal total angsuran yang harus dibayar adalah Rp
6 juta dan menurun pada semester-semester berikutnya. Nilai angsuran ini jauh
lebih kecil dari nilai pendapatan kotor yang setiap semesternya berkisar pada
angka Rp 50 juta (Tabel 5.5).
Tabel 5.5.
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit
Tahun
|
Periode
|
Angsuran Pokok
|
Angsuran Bunga
|
Total Angsuran
|
Saldo Akhir
|
1. Kredit
Investasi Rp
|
|||||
Tahun 1
|
Semester 1
|
1.456.350
|
546.131
|
2.002.481
|
4.369.050
|
|
Semester 2
|
1.456.350
|
400.496
|
1.856.846
|
2.912.700
|
Tahun 2
|
Semester 1
|
1.456.350
|
254.861
|
1.711.211
|
1.456.350
|
|
Semester 2
|
1.456.350
|
109.226
|
1.565.576
|
0
|
2. Kredit
modal Kerja Rp
|
|||||
Tahun 1
|
Semester 1
|
2.586.097
|
969.786
|
3.555.883
|
7.758.291
|
|
Semester 2
|
2.586.097
|
711.177
|
3.297.274
|
5.172.194
|
Tahun 2
|
Semester 1
|
2.586.097
|
452.567
|
3.038.664
|
2.586.097
|
|
Semester 2
|
2.586.097
|
193.957
|
2.780.054
|
0
|
Sumber : Lampiran 10.
PRODUKSI DAN
PENDAPATAN
Hasil
produksi usaha ini adalah bandeng bibit (glondongan) dan bandeng konsumsi.
Untuk glondongan setiap semester dihasilkan 147.000 ekor bandeng. Sementara produksi
bandeng konsumsi mencapai 8.400 ekor pada semester pertama tahun pertama
kemudian meningkat menjadi 11.200 ekor pada semester ke dua. Dengan tingkat
produksi itu usaha tambak badeng semi intensif ini menghasilkan pendapatan
kotor sekitar Rp 44 juta pada tahun ke 1 semester1 dan lebih dari Rp 50 juta
pada periode berikutnya (Tabel 5.6).
Tabel 5.6.
Produksi dan Pendapatan Kotor Per Semester
Produksi dan Pendapatan Kotor Per Semester
Tahun
|
Uraian
|
Satuan
|
Semester 1
|
Semester 2
|
1. Bandeng
glondongan
|
||||
1-4
|
a. Luas
tambak per panen
|
M2
|
3.500
|
3.500
|
|
b.
Frekuensi panen
|
Kali
|
2
|
2
|
|
c.
Produksi per panen
|
Ekor
|
73.500
|
73.500
|
|
d. Total
produksi
|
Ekor
|
147.000
|
147.000
|
|
-
Dibesarkan sendiri
|
Ekor
|
7.000
|
3.500
|
|
- Dijual
|
Ekor
|
140.000
|
143.500
|
|
e.
Pendapatan kotor
|
Rp
|
28.000.000
|
28.700.000
|
2. Bandeng
konsumsi
|
||||
1
|
a. Luas
tambak per panen
|
M2
|
3.500
|
3.500
|
|
b.
Frekuensi panen
|
Kali
|
3
|
4
|
|
c.
Produksi per panen
|
Ekor
|
2.800
|
2.800
|
|
d. Total
produksi
|
Ekor
|
8.400
|
11.200
|
|
|
Kg
|
2.800
|
3.733
|
|
e.
Pendapatan kotor
|
Rp
|
16.800.000
|
22.400.000
|
2-4
|
a.
Frekuensi panen
|
Kali
|
5
|
4
|
|
b. Total
produksi
|
Ekor
|
14.000
|
11.200
|
|
|
Kg
|
4.667
|
3.733
|
|
c.
Pendapatan kotor
|
Rp
|
28.000.000
|
22.400.000
|
Sumber : Lampiran 11
PROYEKSI
LABA RUGI DAN BEP
Studi ini
menunjukkan bahwa usaha tambak bandeng semi intensif mampu menghasilkan
keuntungan. Pada semester pertama mengalami kerugian sebesar Rp 8.198.427,
tetapi semester berikutnya tambak telah menghasilkan keuntungan, dimulai dengan
keuntungan puluhan ribu rupiah menjadi jutaan rupiah pada periode-periode
berikutnya. Pada akhir periode proyek keuntungan yang diperoleh adalah Rp
17.706.739 (Lihat Lampiran 13).
Secara
rata-rata margin yang dapat diperoleh usaha tambak bandeng adalah 4,24% per
semester. Rata-rata margin yang rendah disebabkan karena margin pada semester
pertama tahun pertama adalah nol dan semester 2 tahun pertama adalah Rp 15.379.
Margin yang rendah pada periode awal (semester 1 sampai semester 4) terkait
dengan pembayaran angsuran kredit yang harus dilakukan. Semester 5 dan
seterusnya menunjukkan bahwa margin yang diperoleh cukup tinggi sebab pada
periode ini petambak tidak lagi harus membayar angsuran. Dengan memperhitungkan
biaya tetap dan biaya variabel serta hasil penjualan maka didapat nilai
rata-rata BEP penjualan usaha ini adalah adalah Rp 37.941.305 per semester,
jauh lebih rendah dari nilai penjualan per semester. Perhitungan BEP hanya
meliputi BEP nilai penjualan sebab produk yang dihasilkan adalah glondongan dan
bandeng konsumsi yang harga dan ukuran produknya bervariasi cukup tinggi, yakni
Rp 200 per ekor untuk glondongan dan Rp 6.000 per kg untuk bandeng konsumsi.
Dengan demikian perhitungan dalam bentuk rata-rata jumlah produksi dan harga
per kg menjadi tidak tepat.
PROYEKSI
ARUS KAS DAN KELAYAKAN PROYEK
Menurut
kriteria kelayakan proyek, usaha tambak bandeng layak untuk dilaksanakan.
Dengan suku bunga 20% dan masa proyek 4 tahun, usaha pendederan dan pembesaran
bandeng semi intensif menghasilkan NPV sebesar Rp 17.661.201 dan Net B/C Ratio
1,68, IRR 53,02% serta PBP 5 bulan (tabel 5.7).
NPV yang
positif menyatakan bahwa aliran kas usaha bandeng ini adalah positif dari waktu
ke waktu. Angka ini juga menyatakan bahwa manfaat dari usaha bandeng lebih
besar dari biaya yang ditanggung. Hal ini diperkuat dengan nilai Net Benefit
Cost Rasio yang mencapai angka 1,68. Bunga kredit usaha bandeng adalah 20%,
sementara IRR yang diperoleh adalah 53,02%, artinya proyek ini menguntungkan.
Masa pengembalian investasi adalah 5 bulan, jauh lebih rendah dari jangka waktu
proyek yang 4 tahun dengan demikian proyek ini layak untuk dilaksanakan.
Tabel 5.7.
Kelayakan Budidaya Pendederan dan Pembesaran Bandeng
Kelayakan Budidaya Pendederan dan Pembesaran Bandeng
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Nilai
|
1
|
NPV pada
DF 20% (Rp)
|
17.661.201
|
2
|
Net B/C
Ratio 20%
|
1.68
|
3
|
IRR (%)
|
53.02
|
4
|
PBP (tahun
/ bulan)
|
0/5
|
Sumber : Lampiran 14
ANALISIS
SENSITIVITAS
Analisis
sensitivitas digunakan untuk menguji sensitivitas usaha bandeng terhadap
perubahan lingkungan yang berdampak pada penurunan pendapatan dan kenaikan
biaya operasional. Simulasi dilakukan untuk melihat dampak penurunan pendapatan,
peningkatan biaya operasional serta penurunan pendapatan sekaligus peningkatan
biaya terhadap indikator penilaian investasi. Hasil simulasi terhadap
masing-masing variabel disajikan pada Tabel 5.8, 5.9, dan 5.10.
Penurunan
pendapatan sebesar 5% tidak membuat budidaya bandeng kehilangan kelayakannya.
Tetapi jika penurunan pendapatan mencapai 7% budidaya bandeng tidak layak lagi
untuk dilaksanakan. Berdasar informasi dari petambak harga bandeng relatif
stabil dari periode ke periode. Selama satu tahun terakhir harga bandeng
konsumsi di tingkat petambak berkisar pada angka Rp 6.000 sampai Rp 8.000. Per
kg. Studi ini menggunakan harga bandeng konsumsi sebesar Rp 6.000, sehingga
analisis ini adalah kondisi paling buruk yakni harga bandeng konsumsi turun
lebih rendah dari Rp. 6000.
Tabel 5.8.
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario 1
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario 1
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Penerimaan Turun
|
|
5%
|
7%
|
||
1
|
NPV pada
DF 20% (Rp)
|
3.617.906
|
(1.999.413)
|
2
|
Net B/C
Ratio 20%
|
1,14
|
0,93
|
3
|
IRR (%)
|
26,86
|
16,17
|
4
|
PBP (tahun
/ bulan)
|
1 / 9
|
2 / 1
|
Sumber : Lampiran 15 dan Lampiran 16
Budidaya
bandeng lebih tahan terhadap kenaikan harga input dibandingkan penurunan
pendapatan. Pada kenaikan biaya operasional sebesar 8% budidaya bandeng baru
tidak layak untuk dilaksanakan. Biaya operasional terbesar adalah biaya untuk
pakan. Dari lapangan diperoleh informasi bahwa harga pakan berfluktuasi
mengikuti nilai tukar rupiah terhadap nilai dolar. Selama satu tahun terakhir
harga pakan bandeng pembesaran umur 3 bulan (menjelang panen) berfluktuasi
disekitar harga Rp 2.400 sampai Rp 2.700. Tetapi harga lebih sering berada pada
angka Rp 2.500, dengan demikian fluktuasi harga pakan adalah sekitar 4% sampai
8%.
Tabel 5.9.
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Biaya Operasional Naik
|
|
5%
|
8%
|
||
1
|
NPV pada
DF 20% (Rp)
|
6.105.242
|
(828.334)
|
2
|
Net B/C
Ratio 20%
|
1,23
|
0,97
|
3
|
IRR (%)
|
31,44
|
18,44
|
4
|
PBP (tahun
/ bulan)
|
1 / 8
|
2/1
|
Sumber : Lampiran 17 dan Lampiran18
Simulasi
ketiga adalah simulasi untuk keadaan pandapatan turun sekaligus biaya
operasional naik. Dalam kondisi demikian maka budidaya bandeng sudah tidak
layak lagi untuk dilaksanakan ketika keduanya berubah sebesar 4%. Berdasar
informasi dari petambak kondisi ini tidak sering terjadi, walaupun dalam
bilangan waktu yang pendek kadang terjadi penurunan harga bandeng konsumsi
bersamaan dengan naiknya harga pakan.
Tabel 5.10.
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario III
Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario III
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Pendapatan Turun dan Biaya Operasional Naik
|
|
3%
|
4%
|
||
1
|
NPV pada
DF 20 %
|
2.301.648
|
(2.818.205)
|
2
|
Net B/C
Ratio
|
1,09
|
0,90
|
3
|
IRR (%)
|
24,35
|
14,63
|
4
|
PBP
(tahun/bulan)
|
1 / 10
|
2 / 4
|
Sumber : Lampiran 19 dan Lampiran 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentarnya Disini...................