Klasifikasi
Kemampuan Lahan
Kemampuan
penggunaan lahan adalah suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan
berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara
lestari. Lahan diklasifikasikan atas dasar penghambat fisik. Sistem
klasifikasi ini membagi lahan menurut faktor- faktor penghambat serta potensi
bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil klasifikasi
ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum
(misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi dsb). Di
areal HTI hasil klasifikasi ini terutama akan bermanfaat untuk alokasi areal
sistem tumpangsari. Klasifikasi Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL)
menggunakan metoda yang dikembangkan oleh USDA dan telah diadaptasikan di
Indonesia melalui Proyek Pemetaan Sumber Daya Lahan kerjasama antara Land
Care Research New Zealand dengan Dept. Kehutanan tahun 1988- 1990 di BTPDAS
Surakarta (Fletcher dan Gibb, 1990). Ada tiga kategori dalam
klasifikasi KPL, yaitu : Klas, Sub Klas dan Unit. Pengelompokan Klas didasarkan
pada intensitas faktor penghambat, sedangkan Sub Klas menunjukkan jenis faktor
penghambat. Tingkat terendah adalah Unit yang merupakan pengelompokan lahan
yang mempunyai respon sama terhadap sistem pengelolaan tertentu.
Secara umum sistem ini menggunakan delapan Klas. Apabila makin besar faktor
penghambatnya dan makin tinggi Klasnya maka akan semakin terbatas pula
penggunaannya. Pembagian Klas-klas tersebut adalah sebagai berikut :
Klas
I – IV dapat digunakan untuk sawah, tegalan atau tumpangsari
Klas
V untuk tegalan atau tumpangsari dengan tindakan konservasi tanah
Klas
VI untuk hutan produksi
Klas
VII untuk hutan produksi terbatas
Klas
VIII untuk hutan lindung Adapun penghambat yang digunakan adalah e
(erosi), w (drainase), s (tanah), c (iklim) dan g (kelerengan). Pada
klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat kemudahan
penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat
maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas
penghambat tersebut adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w
- – s – c – g. Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan
menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs, maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena
mempunyai jenis penghambat yang paling sulit ditangani. Deskripsi tiap
Klas, Sub Klas dan Unit dalam sistem klasifikasi KPL mengikuti standar yang
ada. Deskripsi tersebut dapat dinyatakan dalam satu tabel kriteria. Kriteria
ini kemudian digunakan untuk melakukan sortasi data karakteristik lahan di
setiap unit lahan. Contoh kriteria untuk Klas I antara lain adalah adanya
teknik konservasi tanah yang baik, tidak ada erosi, kedalaman tanah > 90 cm,
lereng 0 – 8 % dan tidak ada batuan singkapan pada permukaan tanah. Secara
lengkap kriteria Kemampuan Penggunaan Lahan dapat dilihat pada Lampiran
2. Contoh operasi klasifikasi secara sederhana dapat diuraikan sebagai
berikut:
Suatu
wilayah mempunyai kondisi tertentu yang dinilai berdasarkan beberapa kriteria
dan hasilnya ditulis pada Tabel 13 kolom 2. Setiap parameter dinilai
berdasarkan kriteria Lampiran 2 dan hasilnya masuk ke kolom 3.
Karakteristik
Lahan
|
Nilai
Data
|
Rating
Kemampual Lahan
|
|
1
|
2
|
3
|
|
1. Tingkat erosi
2.
Kondisi drainase
3.
Tekstur tanah
4.
Struktur tanah
|
sedang
agak
lambat
pasir
granular
|
2
3
s
Gr
|
III e
IIIw
IV
s
II
s
|
Karakteristik
Lahan
|
Nilai
Data
|
Rating
Kemampual Lahan
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5. Kedalaman tanah
6.
Kedalaman regolit
7.
Prosentase batuan
8.
Prosentase singkapan
9.
Bulan basah
10.
Bulan kering
11.
Kelerengan
|
5-30 cm
40-60
cm
<
10 cm
-
4
5
30%
|
4
3
1
-
4
5
4
|
IV s
V
s
V
s
-
III
c
VI
g
|
Hasil akhir klasifikasi
|
VI g
|
Berdasarkan
prinsip klasifikasi, maka lokasi yang mempunyai karakteristik lahan tersebut
termasuk Kelas VIg (termasuk kelas VI karena hambatan kemiringan lereng).
Penentuan Unit didasarkan pada tipe batuan yang ada. Bila tipe batuannya
sama, maka penentuan unit didasarkan pada bentuk lahannya. Operasi klasifikasi
tersebut dilakukan pada setiap unit lahan.
Klasifikasi
Kesesuaian Lahan
Berbeda
dengan klasifikasi ‘Kemampuan Lahan’ yang merupakan klasifikasi tentang potensi
lahan untuk penggunaan secara umum, Kesesuaian Lahan’ lebih menekankan pada
kesesuaian lahan untuk jenis tanaman tertentu. Dengan demikian klasifikasi
kemampuan dan kesesuaian lahan akan saling melengkapi dan memberikan informasi
yang menyeluruh tentang potensi lahan.
Ada
beberapa metoda yang dapat digunakan untuk pelaksanaan klasifikasi kesesuaian
lahan, misalnya metode FAO (1976) yang dikembangkan di Indonesia oleh
Puslittanak (1993), metode Plantgro yang digunakan dalam penyusunan Rencana
Induk Nasional HTI (Hacket,1991 dan National Masterplan Forest Plantation/NMFP,
1994) dan metode Webb (1984). Masing-masing mempunyai penekanan sendiri
dan kriteria yang dipakai juga berlainan. Metoda FAO lebih menekankan pada
pemilihan jenis tanaman semusim, sedangkan Plantgro dan Webb lebih pada tanaman
keras.
Pada
prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan
antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik
lahan. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species
matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu :
sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub
Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat.
Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s
(tanah), a (keasaman), g (kelerengan) sd (kedalaman tanah) dan c (iklim). Pada
klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan
demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan
semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada
jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan
yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari
klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh
hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik
dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut
dapat diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c
atau s sulit untuk diperbaiki keadaannya.
Klasifikasi
kesesuaian lahan dilakukan dengan melalui sortasi data karakteristik lahan
berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk setiap jenis tanaman. Contoh
beberapa kriteria pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Prinsip klasifikasi
kesesuaian lahan hampir sama dengan kemampuan lahan, yaitu: 1. Katagori Kelas
diputuskan sesuai dengan Kelas kesesuaian terendah. 2. Pada kelas yang sama
tetapi ada beberapa sub Kelas yang berbeda, semua sub kelas yang ada
perlu disebut dan tidak ada prioritas. Bila suatu wilayah akan
dinilai tingkat kesesuaiannya terhadap tanaman jati (Tectona grandis),
maka diperlukan inventarisasi kondisi iklim, tanah dan lahannya. Hasil
inventarisasi tersebut kemudian dicocokkan dengan criteria tempat tumbuh
tanaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentarnya Disini...................