Perlakuan Akuntansi Dan Jurnal Pembagian Dividen
11 4
11 3481
Sebelumnya, JAK sudah dibahas
mengenai tata cara pemotongan dan pelaporan pajak dividen.
Di tulisan ini akan dibahas mengenai perlakuan akuntansi (beserta jurnal dan contoh kasus)
pembagian dividen (semua jenis: dividen kas, dividen surat berharga,
dividen saham).
Sudah menjadi prinsip dasar
akuntansi bahwa keuangan perusahaan tidak
diacampuradukan dengan keuangan pribadi pemilik. Dalam artian pemilik usaha
tidak dibenarkan mengambil aset perusahaan (uang kas, persediaan, aktiva tetap,
dll) untuk keperluan pribadi.
Satu-satunya cara yang dibenarkan
adalah melalui pembagian dividen untuk badan usaha berbentuk perseroan terbatas
(PT) atau prive untuk badan usaha persekutuan (CV). Sehingga pada dasarnya,
dividen adalah laba perusahaan yang dibagikan bagi para pemegang saham (pemilik
perusahaan).
Sebelum masuk ke perlakuan
akuntansi dividen, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat ke akun
‘Laba Ditahan (Retained Earning)’ terlebih dahulu. Hal ini penting agar masalah
dividen bisa dipahami dengan lebih mudah.
Laba
Diatahan (Retained Earning)
Neraca, dapat digambarkan dalam satu
formula sederhana (disebut persamaan akuntansi) sebagai berikut:
Aktiva = Utang + Modal
Setelah perusahaan beroperasi,
maka persamaan tersebut berubah menjadi;
Aktiva = Utang + Modal +
Laba Ditahan
Ada tambahan akun ‘Laba Ditahan’.
Laba ditahan itu sendiri adalah akumulasi laba perusahaan sepanjang
waktu—sejak berdiri hingga laporan keuangan dibuat. Angka saldo di akun laba
ditahan ini akan meningkat setiap kali perusahaan memperoleh laba, sebaliknya
akan berkurang setiap kali perusahaan mengalami kerugian. Sehingga bisa
dikatakan bahwa ‘Laba Ditahan’ adalah akun penampung laba yang berasal dari
“Laporan Laba Rugi (Income Statement)”.
Sementara itu, angka Laba diperoleh
dengan cara mengurangi pendapatan dengan beban dan biaya, atau jika
diformulasikan:
Laba/Rugi = Pendapatan –
Biaya
Note: Berpindahnya laba/rugi dari Laporan Laba Rugi ke Neraca
terjadi pada saat penutupan buku.
Contoh Pembentukan Laba Ditahan
Di tahun 2011 PT. JAK memperoleh
pendapatan sebesar Rp 150,000,000 dengan beban dan biaya sebesar Rp
100,000,000, sehingga:
Laba = 150,000,000 – 100,000,000 =
Rp 50,000,000
Maka pada saat penutupan buku, laba
tersebut ditutup dengan jurnal:
[Debit]. Pendapatan = 150,000,000
[Credit]. Biaya = 100,000,000
[Credit]. Laba/Rugi = 50,000,000
Setelah jurnal penutupan dimasukan,
akun pendapatan dan biaya menjadi nol. Yang tersisa di buku besar tinggal akun
‘Laba/Rugi’ saja sebesar Rp 50,000,000 dengan saldo kredit. Selanjutnya
akun Laba/Rugi-pun ditutup, sekaligus nilai laba dipindahkan ke Neraca dengan
jurnal:
[Debit]. Laba/Rugi = 50,000,000
[Credit]. Laba Ditahan = 50,000,000
Sehingga, nilai akun ‘Laba Ditahan’
pada Neraca bertambah sebesar Rp 50,000,000.
Begitulah akun laba ditahan
bertambah atau berkurang, tergantung apakah perusahaan membukukan laba atau
rugi. Dalam contoh tadi kebetulan perusahaan memperoleh laba sehingga akun laba
ditahan bertambah. Jika perusahaan mengalami kerugian, maka akun laba ditahan
akan ikut berkurang juga.
Faktor lain yang menyebabkan saldo
akun laba ditahan meningkat (namun mungkin pengaruhnya tidak sebesar laba/rugi
operasional), antara lain:
- Penyesuaian (melalui jurnal koreksi setelah tutup buku)
- Penyesuaian akibat adanya kuasi-organisasi
Sedangkan yang penyebab utama saldo
akun Laba Ditahan menurun, selain kerugian, adalah: PEMBAGIAN DIVIDEN—perusahaan
membagikan sebagian laba yang diperoleh untuk para pemegang saham.
Dividen, tidak selalu dalam bentuk
uang tunai, ada berbagai bentuk lainnya. Apa saja, bagaimana perlakuan akuntansinya
untuk masing-masing jenis dividen? Itulah topik utama dari tulisan ini.
Silahkan diikuti.
Perlakuan
Akuntansi Dividen (Beserta Jurnal dan Contoh Kasus)
Seperti saya sebutkan di atas, ada
beberapa jenis dividen yang lumrah dilaksanakan di perusahaan-perusahaan
korporasi yang sudah berstatus go-public, antara lain: (1) uang tunai, (2)
surat berharga, bonds misalnya, (3) promes atau notes payable, atau (4)
penerbitan saham. Kecuali dividen dalam bentuk saham, semuanya bersifat
mengurangi nilai modal secara kesuluruhan.
Dividen Dalam Bentuk Uang Tunai (Cash
Dividends)
Mayoritas perusahaan membagikan
dividen bagi para pemegang saham dalam bentuk uang tuna (cash dividen). Ada 4
tanggal penting yang perlu diperhatikan dalam perlakuan akuntansi dividen
berjenis uang tunai, yaitu:
1. Tanggal Pengumuman, adalah
tanggal pada saat dewan direksi mengumumkan akan dibagikannya dividen dalam
bentuk uang tunai. Pada saat ini perusahaan melakukan pengakuan akan utang dividen
dengan mendebit saldo laba ditahan.
2. Tanggal Ex-Dividen, adalah
tanggal pada saat tanggal penghentian penjualan saham di bursa untuk sementara.
Penghentian penjualan saham sementara dilakukan (mungkin 1 atau 2 hari), tiada
lain agar perusahaan punya waktu untuk melakukan pemutahiran (update) buku
besar “Ekuitas Pemegang Saham”.
3. Tanggal Pencatatan, adalah
tanggal pada saat para pemegang saham dapat melihat nilai dividen yang akan
diterimanya melalui memorandum pencatatan dividen tunai yang dibuat oleh
perusahaan. Pada saat ini, tidak ada jurnal yang perlu dibuat. Perusahaan hanya
perlu menunjukan memo pencatatan dividennya saja, sehingga pemegang saham bisa
melihat berapa persisnya jumlah uang tunai yang akan diterima.
4. Tanggal Pembayaran, adalah
tanggal pada saat dividen dibayarkan. Pada saat yang sama perusahaan mencatat
pengeluaran kas untuk pembayaran dividen, sekaligus mengeliminasi ‘Utang
Dividen’ yang diakui pada saat tanggal pengumuman.
Misalnya:
Pada tanggal 15 Maret 2011 PT. JAK
mengumumkan bahwa persahaan akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 1/lembar
saham kepada para pemegang sahamnya. Ada 2,000,000 lembar saham yang sudah
diterbitkan sampai saat itu. Dividen rencananya akan dibagikan pada
tanggal 1 Juni 2011. Untuk itu manajemen perusahaan mengundang para pemegang
saham pada tanggal 15 April 2011 untuk memeriksa nilai dividen yang akan mereka
terima. Ex-Dividen (penghentian penjualan saham sementara) adalah 16 Maret
2011. Jurnalnya akan menjadi sebagai berikut:
1. Pada tanggal Pengumuman (15 Maret
2011).
[Debit]. Laba Ditahan (Pengumuman
Dividen Tunai) = Rp 2,000,000
[Kredit]. Utang Dividen = Rp
2,000,000
2. Pada tanggal Ex-Dividen (16 Maret
2011)
Tak ada jurnal yang perlu dibuat.
Bagian Accounting hanya melakukan pemindahan data dividend an pengurangan laba
ditahan ke Buku Besar.
3. Pada tanggal pencatatan (15 April
2011)
Tidak ada pencatatan yang perlu
dilakukan. Perusahaan hanya menunjukan memo pencatatan yang dilakukan pada
tanggal 15 April 2011 yang lalu, sehingga masing-masing pemegang saham tahu
berapa besarnya dividen yang akan mereka terima pada saat tanggal pembayaran
nanti.
4. Pada tanggal Pembayaran (1 Juni
2011)
[Debit]. Utang Dividen = Rp
2,000,000
[Credit]. Kas = Rp 2,000,000
Dividen Surat Berharga (Nonmonetary
Asset Dividend)
Bisa jadi perusahaan membagikan
dividen dalam bentuk surat berharga, bond misalnya. Perusahaan memberikan bonds
(investasi di perusahaan lain) yang mereka miliki kepada para pemegang saham.
Dalam hal ini, bond yang akan diberikan dinilai sebesar harga pasar wajarnya.
Jika bond yang akan diberikan masih dicatat sebesar harga perolehannya, maka
perusahaan perlu membuat penyesuaian terlebih dahulu.
Misalnya:
Pada tanggal 15 Maret 2011 PT. JAK
mengumumkan akan membagikan dividen dalam bentuk surat berharga berupa surat
berharga diterbitkan oleh PT. XYZ yang akan segera jatuh tempo. Surat berharga
tersebut, dahulu diperoleh seharga Rp 500,000. Pada saat pengumuman pembagian
dividen dilakukan (15 Maret 2011) nilai pasar wajar surat berharga yang
diterbitkan oleh PT. XYZ adalah Rp 600,000. Bagaimana jurnal untuk
pembagian dividen PT. JAK?
1. Pada tanggal pengumuman (15 Maret
2011)
[Debit]. Investasi di PT. XYZ—Surat
Berharga = Rp 100,000
[Kredit]. Laba Investasi (600,000 –
500,000) = Rp 100,000
(penyesuaian surat berharga ke nilai
pasar wajarnya)
[Debit]. Laba Ditahan (Pengumuman
Dividen Surat Berharga) = Rp 600,000
[Kredit]. Utang Dividen = Rp 600,000
2. Pada Saat Pembagian
[Debit]. Utang Dividen = Rp 600,000
[Kredit]. Investasi di PT. XYZ—Surat
Berharga = Rp 600,000
Dividen Promes, Notes Payable (Scrip
Dividends)
Ada keadaan dimana perusahaan
memiliki akumulasi laba ditahan yang sesungguhnya sudah memungkinkan untuk
membagikan dividen bagi para pemegang sahamnya, akan tetapi jumlah uang tunainya
tidak mencukupi. Alternatif yang bisa diambil jika ingin membagi dividen adalah
dengan menerbitkan promes atau janji membayar dikemudian hari (notes payable).
Dividen semacam ini disebut dengan “Scrip Dividend”
Misalnya:
Pada Tanggal 1 Juni 2011 PT. JAK
mengumumkan pembagian dividen berupa Scrip dividend berjangka waktu 3 bulan
sebesar Rp 1/lembar untuk 3,000,000 lembar saham yang beredar. Bunga
promes adalah 10% per tahun. Bagaimana pencatatannya?
1. Pada tanggal pengumuman (1 Juni
2011)
[Debit]. Laba Ditahan (Scrip
Dividend) = Rp 3,000,000
[Kredit]. Utang Promes (Utang Scrip
Dividend) = Rp 3,000,000
(Rp 1 x 3,000,000)
2. Pada tanggal pembayaran/jatuh
tempo (1 September 2011)
[Debit]. Utang Promes kepada
Pemegang Saham = Rp 3,000,000
[Debit]. Biaya Bunga [(3,000,000 x
10%) x 3/12] = Rp 75,000
[Kredit]. Kas = Rp 3,075,000
Dividen Saham (Stock Dividend)
Selain pembagian dividen dalam
bentuk surat berharga, alternatif yang paling sering dilakukan adalah dividen
dalam bentuk saham—bila perusahaan kekurangan likuiditas (kas). Pembagian
dividen jenis stock biasanya diberikan secara merata bagi semua pemegang saham.
Pembagian dividen saham sesungguhnya
tidak menyebabkan kekayaan perusahaan berkurang. Nilai aset bersih perusahaan,
tetap seperti sebelum pembagian dividen. Demikian halnya dengan komposisi
kepemilikan. Transaksi dilakukan dengan cara mengkapitalisasi laba ditahan.
Artinya saldo laba di tahan (sebagian atau seluruhnya) dipindahkan ke akun
modal. Sehingga modal disetor bertambah, sedangkan laba ditahan berkurang atau
habis.
Perlakuan akuntansi dividen saham
berbeda-beda tergantung porsi dividen saham yang dibagikan:
1. Dividen Saham Jumlah Kecil – Untuk dividen saham dalam jumlah kecil (kurang dari 25%
saham beredar, maka saham yang akan diterbitkan sebagai dividen dinilai sebesar
harga pasar wajarnya. Sebagai ilustrasi, asumsikan posisi ekuitas pemilik PT.
JAK, sebelum dividen saham diumumkan, adalah sebagai berikut:
Saham biasa Rp 20 par (30,000
lembar saham beredar) = Rp 600,000
Tambahan modal disetor
= Rp
300,000
Laba Ditahan
= Rp
600,000
Total Ekuitas Pemilik
= Rp 1,500,000
PT. JAK mengumumkan pembagian
dividen dalam bentuk saham sebesar 20% dari saham beredar (30,000 x 20% = 6000
lembar). Pada tanggal yang sama, harga pasar saham PT. JAK adalah Rp 25/lembar.
Dengan demikian, maka harga pasar wajar atas 6000 lembar saham yang akan
dibagikan sebagai dividen adalah Rp 150,000. Jurnal yang diperlukan:
Pada saat pengumuman:
[Debit]. Laba Ditahan = Rp
150,000
[Kredit]. Dividen Saham Biasa
Tersedia Untuk Dibagi = Rp 120,000
[Kredit]. Tambahan Modal Disetor
Dari Dividen Saham = Rp 30,000
Pada saat penerbitan saham untuk
dividen:
[Debit]. Dividen Saham Biasa
Tersedia Untuk Dibagi = 120,000
[Kredit]. Saham biasa, Rp 20 par =
120,000
Setelah saham untuk dividen diterbitkan,
maka posisi ekuitas pemilik menjadi sebagai berikut:
Saham biasa Rp 20 par (36,000
lembar beredar) = Rp 720,000
Tambahan modal disetor
=
Rp 330,000
Laba Ditahan
=
Rp 450,000
Total Ekuitas Pemilik
= Rp 1,500,000
2. Dividen Saham Dalam Jumlah Besar – Untuk dividen saham dalam jumlah besar (lebih dari 25%
sisa saham belum terjual), maka saham yang akan diterbitkan sebagai dividen
dinilai sebesar nilai par-nya. Sebagai ilustrasi, anggap PT. JAK mengumumkan
pembagian dividen sebesar 50% dari total saham beredar (informasi lainnya sama
seperti ilustrasi sebelumnya). Maka jurnal yang diperlukan pada saat
pengumuman:
[Debit]. Laba Ditahan (50% x 30,000
lembar x Rp 20) = Rp 300,000
[Kredit]. Dividen Saham Biasa
Tersedia Untuk Dibagi = Rp 300,000
Pada saat penerbitan saham untuk
dividen dijurnal:
[Debit]. Dividen Saham Biasa Tersedia
Untuk Dibagi = Rp 300,000
[Kredit]. Saham Biasa, Rp 20 par =
Rp 300,000
Posisi ekuitas pemipik pasca
penerbitan saham untuk dividen menjadi sbb:
Saham Biasa, Rp 20 par (45,000
lembar) = Rp 900,000
Tambahan Modal Disetor
= Rp 300,000
Laba Ditahan
= Rp 300,000
Total Ekuitas Pemilik
= Rp 1,500,000
Perhatikan bahwa tambahan penerbitan
saham untuk dividen tidak mengubah total ekuitas pemilik, karena bertambahnya
saham beredar diimbangi oleh menurunnya laba ditahan. Dan harga par saham tetap
seperti semula. Perbedaan antara par dengan harga pasar wajar (untuk dividen jumlah
kecil) dicatat sebagai “Tambahan Modal Disetor”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentarnya Disini...................